UPAYA HUKUM LUAR BIASA
Pokok
materi :
1. Pengertian
Upaya Hukum
2. Pengertian
Upaya Hukum Luar biasa
3. Macam-macam
Upaya Hukum Luar Biasa
·
Peninjauan Kembali
Ø Pengertian
Ø Syarat
Pengajuan
Ø Prosedur
Pengajuan di Pengadilan
Ø Tenggang
Waktu Pengajuan
·
Perlawanan Pihak Ketiga (Derden verzet)
Ø Pengertian
Ø Syarat
Pengajuan
Ø Pengecualian
Pengajuan Derden verzet
Ø Tenggang
Waktu Pengajuan
--------------------------------------------@@@----------------------------------------------------------------
1.
Upaya
Hukum
Upaya hukum merupakan upaya yang diberikan oleh
undang-undang kepada seseorang atau badan hukum untuk hal tertentu untuk
melawan putusan hakim sebagai tempat bagi pihak-pihak yang tidak puas dengan
putusan hakim yang dianggap tidak sesuai dengan apa yang diinginkan, tidak
memenuhi rasa keadilan, karena hakim juga seorang manusia yang dapat melakukan
kesalaha/kekhilafan sehingga salah memutuskan atau memihak salah satu pihak.
2.
Upaya
Hukum Luar Biasa
Upaya Hukum Luar
Biasa (istimewa), yaitu upaya atau alat untuk mencegah atau memperbaiki
kekeliruan atau kekhilafan terhadap suatu putusan hakim yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap/pasti.
Disebut upaya hukum luar biasa
karena:
·
Diajukan dan ditujukan terhadap putusan
pengadilan yang telah berkekuatan hukum yang tetap.
·
Upaya ini hanya dapat dilakukan dalam
keadaan tertentu, bukan terhadap semua putusan pengadilan yang telah
berkekuatan hukum yang tetap.
·
Upaya hukum luar biasa diajukan kepada
mahkamah agung sebagai pemeriksa, serta pembuat keputusan sebagai instansi
pertama dan terakhir.
·
Upaya hukum luar biasa dilakukan
terhadap putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan pada asasnya
upaya hukum ini tidak menangguhkan eksekusi.
3.
Macam-macam
Upaya Hukum Luar Biasa
a.
Peninjauan
Kembali
Menurut pasal 66 UU No.
14 Tahun 1985
Peninjauan
Kembali adalah upaya hukum luar biasa (reguest civil) merupakan upaya untuk
memeriksa atau memerintahkan kembali suatu keputusan pengadilan, baik tingkat
pertama banding, banding, dan kasasi yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap,
guna membatalkannya, karena diketahui terdapat hal-hal baru yang dahulu tidak
dapat diketahui maka keputusan hakim akan menjadi lain.
Menurut Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H.
Peninjauan Kembali merupakan upaya hukum
terhadap putusan tingkat akhir dan putusan yang dijatuhkan di luar hadir
tergugat (verstek), dan yang tidak lagi terbuka kemungkinan untuk mengajukan
perlawanan.
Syarat Pengajuan Peninjauan Kembali menurut pasal 67 UU no 14/1985 jo.
UU no 5/2004, yaitu:
a. ada
novum atau bukti baru yang diketahui setelah perkaranya diputus yang didasarkan
pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana yang dinyatakan palsu;
b. apabila
setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan
yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan;
c. apabila
telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut/lebih daripada yang dituntut;
d. apabila
mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan
sebab-sebabnya;
e. Apabila
antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sam, atas dasar yang sama
oleh pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah diberikan suatu putusan
yang bertentangan satu sama lain.
f. apabila
dalam satu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim/suatu kekeliruan yang nyata.
Prosedur/ Tatacara Pengajuan
Peninjauan Kembali : pasal 66, 71, 72 UU No. 14 Tahun 1985.
Permohonan
PK oleh pihak yang berpekara ke MA melalui PN yang berwenang à
Bayar biaya pengadilan à Bentuk tertulis / lisan (melalui
panitera)* à
Surat permohonan PK harus disusun secara lengkap, cermat dan jelas à
Diajukan hanya 1x à Penerimaan berkas ke PN* (Ada
pemeriksaan) à
+/- 30 hari unyuk jawaban dari pihak lawan* à Penyerahan
jawaban ke PN yang berwenang à Penyerahan berkas permohonan PK dan
biaya diajukan ke MA +/- 30 hari à Pencabutan PK
dapat diajukan sebelum putusan diberikan.
Keterangan
:
* Bila permohonan diajukan secara
tertluis maka harus disebutkan dengan jelas alasan yang menjadi dasar
permohonannnya dan dimasukkan ke kepaniteraan Pengadilan Negeri yang memutus
perkara dalam tingkat pertama (Pasal 71 ayat (1) UU No. 14/1985).
* Bila diajukan secara
lisan maka ia dapat menguraikan permohonannya secara lisan dihadapan Ketua
Pengadilan Negeri yang bersangkutan atau dihadapan hakim yang ditunjuk Ketua
Pengadilan Negeri tersebut, yang akan membuat catatan tentang permohonan
tersebut (Pasal 71 ayat (2) UU No. 14/1985).
* Setelah Ketua
Pengadilan Negeri menerima permohonan peninjauan kembali maka panitera
berkewajiban untuk memberikan atau mengirimkan salinan permohonan tersebut
kepada pihak lawan pemohon paling lambat 14 hari dengan tujuan agar dapat
diketahui dan dijawab oleh lawan (pasal 72 ayat (1) UU No. 14/1985).
* Pihak lawan hanya punya waktu 30
hari setelah tanggal diterima salinan permohonan untuk membuat jawaban bila
lewat maka jawaban tidak akam dipertimbangkan (pasal 72 ayat (2) UU No.
14/1985).
Tenggang Waktu Peninjauan Kembali :
Tenggang waktu pengajuan 180 hari setelah putusan
berkekuatan hukum tetap. (pasal 69 UU 14/1985). Mahkamah Agung memutus
permohonan peninjauan kembali pada tingkat pertama dan terakhir (pasal 70 UU no
14/1985).
b.
Derden Verzet (Perlawanan Pihak
Ketiga)
Menurut
Prof. Sudikno Mertokusumo S.H. :
Terjadi apabila dalam suatu putusan pengadilan
merugikan kepentingan dari pihak ketiga, maka pihak ketiga tersebut dapat
mengajukan perlawanan terhadap putusan tersebut. Dasar hukumnya adalah 378-384
Rv dan pasal 195 (6) HIR.
Menurut
pasal 195 (6) HIR :
Jika Pelaksanaan keputusan itu dilawan, juga
perlawanan itu dilakukan oleh orang lain yang mengakui barang yang disita itu
sebagai miliknya, maka hal itu serta segala perselisihan tentang upaya paksa
yang diperintahkan itu, diajukan kepada dan diputuskan oleh PN.
Syarat Pengajuan Derden
verzet :
1. Apabila
hak-hak pihak ketiga dirugikan oleh suatu putusan, maka ia dapat mengajukan
perlawanan terhadap putusan itu. (Pasal 378 RV)
2. Perlawanan
ini diajukan pada hakim yang menjatuhkan putusan yang dilawan itu dengan
menggugat para pihak yang yang bersangkutan dengan caraa biasa (Pasal 379 RV).
3. Pihak
ketiga yang hendak mengajukan perlawanan terhadap suatu putusan tidak cukup
hanya mempunyai kepentingan saja, tetapi harus nyata-nyata telah dirugikan
hak-haknya. Apabila perlawanannya dikabulkan, maka putusan yang dilawan itu
diperbaiki sepanjang merugikan pihak ketiga (Pasal 382 RV).
Dikatakan sebagai upaya hukum luar
biasa karena pada dasarnya suatu putusan hanya
mengikat pihak yang berperkara saja (pihak penggugat dan tergugat) dan tidak
mengikat pihak ketiga (tapi dalam hal ini, hasil putusan akan mengikat orang
lain/pihak ketiga, oleh sebab itu dikatakan luar biasa).
Tenggang waktu pengajuan derden
verzet :
Tenggang waktu derden verzet dapat
dikatakan luas tetapi juga dapat dikatakan sempit, karena tidak dibatasi oleh
jumlah hari, minggu, bulan, dan bahkan tahun. yang membatasinya adalah eksekusi
putusan. Kalau eksekusi itu cepat, maka cepat pula habisnya tenggang waktu
untuk mengajukan derden verzet, apabila lambat maka lambat pula berakhirnya
tenggang waktu untuk mengajukan derden verzet.
Pengecualian
dalam derdenverzet :
Perlawanan
pihak ketiga terhadap sita eksekusi dan atau sita jaminan tidak hanya terhadap
suatu benda yang padanya melekat hak milik melainkan juga hak-hak lainnya.
Pihak pelawan harus dilindungi karena Ia bukan pihak berperkara namun dalam hal
ini kepentingannya telah tersentuh oleh sengketa dan konflik kepentingan dari
penggugat dan tergugat. Untuk dapat mempertahankan dimuka dan meyakinkan
pengadilan dalam mengabulkan perlawanannya maka Ia harus memiliki alas hak yang
kuat dan dapat membuktikan bahwa benda yang akan disita tersebut adalah haknya.
Dengan demikian, maka Ia akan disebut sebagai pelawan yang benar dan terhadap
peletakan sita akan diperintahkan untuk diangkat. Perlawanan pihak ketiga ini
merupakan upaya hukum luar biasa tetapi pada hakikatnya lembaga ini tidak
menunda dilaksanakannya eksekusi.
Perlawanan
pihak ketiga terhadap sita jaminan baik conservatoir ataupun revindicatoir
tidak diatur baik dalam HIR, RBg ataupun Rv,
ketentuan mengenai hal tersebut didapatkan dari yurisprudensi putusan Mahkamah
Agung tanggal 31 Oktober 1962 No.306 K/Sip/1962 dalam perkara CV.
Sallas dkk melawan PT. Indonesian Far Eastern Pasifik Line.
No comments:
Post a Comment