Translate

Monday, June 2, 2014

Hukum Acara Perdata

UPAYA HUKUM LUAR BIASA
Pokok materi :
1.      Pengertian Upaya Hukum
2.      Pengertian Upaya Hukum Luar biasa
3.      Macam-macam Upaya Hukum Luar Biasa
·         Peninjauan Kembali
Ø  Pengertian
Ø  Syarat Pengajuan
Ø  Prosedur Pengajuan di Pengadilan
Ø  Tenggang Waktu Pengajuan
·         Perlawanan Pihak Ketiga (Derden verzet)
Ø  Pengertian
Ø  Syarat Pengajuan
Ø  Pengecualian Pengajuan Derden verzet
Ø  Tenggang Waktu Pengajuan
--------------------------------------------@@@----------------------------------------------------------------
1.      Upaya Hukum
Upaya hukum merupakan upaya yang diberikan oleh undang-undang kepada seseorang atau badan hukum untuk hal tertentu untuk melawan putusan hakim sebagai tempat bagi pihak-pihak yang tidak puas dengan putusan hakim yang dianggap tidak sesuai dengan apa yang diinginkan, tidak memenuhi rasa keadilan, karena hakim juga seorang manusia yang dapat melakukan kesalaha/kekhilafan sehingga salah memutuskan atau memihak salah satu pihak.



2.      Upaya Hukum Luar Biasa
Upaya Hukum Luar Biasa (istimewa), yaitu upaya atau alat untuk mencegah atau memperbaiki kekeliruan atau kekhilafan terhadap suatu putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap/pasti.
Disebut upaya hukum luar biasa karena:
·         Diajukan dan ditujukan terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum yang tetap.
·         Upaya ini hanya dapat dilakukan dalam keadaan tertentu, bukan terhadap semua putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum yang tetap.
·         Upaya hukum luar biasa diajukan kepada mahkamah agung sebagai pemeriksa, serta pembuat keputusan sebagai instansi pertama dan terakhir.
·         Upaya hukum luar biasa dilakukan terhadap putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan pada asasnya upaya hukum ini tidak menangguhkan eksekusi.
3.      Macam-macam Upaya Hukum Luar Biasa
a.      Peninjauan Kembali
Menurut pasal 66 UU No. 14 Tahun 1985
Peninjauan Kembali adalah upaya hukum luar biasa (reguest civil) merupakan upaya untuk memeriksa atau memerintahkan kembali suatu keputusan pengadilan, baik tingkat pertama banding, banding, dan kasasi yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, guna membatalkannya, karena diketahui terdapat hal-hal baru yang dahulu tidak dapat diketahui maka keputusan hakim akan menjadi lain.
Menurut Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H.
Peninjauan Kembali merupakan upaya hukum terhadap putusan tingkat akhir dan putusan yang dijatuhkan di luar hadir tergugat (verstek), dan yang tidak lagi terbuka kemungkinan untuk mengajukan perlawanan.




Syarat Pengajuan Peninjauan Kembali menurut pasal 67 UU no 14/1985 jo. UU no 5/2004, yaitu:
a.       ada novum atau bukti baru yang diketahui setelah perkaranya diputus yang didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana yang dinyatakan palsu;
b.      apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan;
c.       apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut/lebih daripada yang dituntut;
d.      apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya;
e.       Apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sam, atas dasar yang sama oleh pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah diberikan suatu putusan yang bertentangan satu sama lain.
f.       apabila dalam satu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim/suatu kekeliruan yang nyata.

Prosedur/ Tatacara Pengajuan Peninjauan Kembali : pasal 66, 71, 72 UU No. 14 Tahun 1985.

Permohonan PK oleh pihak yang berpekara ke MA melalui PN yang berwenang à Bayar biaya pengadilan à Bentuk tertulis / lisan (melalui panitera)* à Surat permohonan PK harus disusun secara lengkap, cermat dan jelas à Diajukan hanya 1x à Penerimaan berkas ke PN* (Ada pemeriksaan) à +/- 30 hari unyuk jawaban dari pihak lawan* à Penyerahan jawaban ke PN yang berwenang à Penyerahan berkas permohonan PK dan biaya diajukan ke MA +/- 30 hari à Pencabutan PK dapat diajukan sebelum putusan diberikan.    

Keterangan :
* Bila permohonan diajukan secara tertluis maka harus disebutkan dengan jelas alasan yang menjadi dasar permohonannnya dan dimasukkan ke kepaniteraan Pengadilan Negeri yang memutus perkara dalam tingkat pertama (Pasal 71 ayat (1) UU No. 14/1985).
* Bila diajukan secara lisan maka ia dapat menguraikan permohonannya secara lisan dihadapan Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan atau dihadapan hakim yang ditunjuk Ketua Pengadilan Negeri tersebut, yang akan membuat catatan tentang permohonan tersebut (Pasal 71 ayat (2) UU No. 14/1985).
* Setelah Ketua Pengadilan Negeri menerima permohonan peninjauan kembali maka panitera berkewajiban untuk memberikan atau mengirimkan salinan permohonan tersebut kepada pihak lawan pemohon paling lambat 14 hari dengan tujuan agar dapat diketahui dan dijawab oleh lawan (pasal 72 ayat (1) UU No. 14/1985).
* Pihak lawan hanya punya waktu 30 hari setelah tanggal diterima salinan permohonan untuk membuat jawaban bila lewat maka jawaban tidak akam dipertimbangkan (pasal 72 ayat (2) UU No. 14/1985).

Tenggang Waktu Peninjauan Kembali :
Tenggang waktu pengajuan 180 hari setelah putusan berkekuatan hukum tetap. (pasal 69 UU 14/1985). Mahkamah Agung memutus permohonan peninjauan kembali pada tingkat pertama dan terakhir (pasal 70 UU no 14/1985).

b.      Derden Verzet (Perlawanan Pihak Ketiga)

Menurut Prof. Sudikno Mertokusumo S.H. :
Terjadi apabila dalam suatu putusan pengadilan merugikan kepentingan dari pihak ketiga, maka pihak ketiga tersebut dapat mengajukan perlawanan terhadap putusan tersebut. Dasar hukumnya adalah 378-384 Rv dan pasal 195 (6) HIR.
Menurut pasal 195 (6) HIR :
Jika Pelaksanaan keputusan itu dilawan, juga perlawanan itu dilakukan oleh orang lain yang mengakui barang yang disita itu sebagai miliknya, maka hal itu serta segala perselisihan tentang upaya paksa yang diperintahkan itu, diajukan kepada dan diputuskan oleh PN.




Syarat Pengajuan Derden verzet :
1.      Apabila hak-hak pihak ketiga dirugikan oleh suatu putusan, maka ia dapat mengajukan perlawanan terhadap putusan itu. (Pasal 378 RV)
2.      Perlawanan ini diajukan pada hakim yang menjatuhkan putusan yang dilawan itu dengan menggugat para pihak yang yang bersangkutan dengan caraa biasa (Pasal 379 RV).
3.      Pihak ketiga yang hendak mengajukan perlawanan terhadap suatu putusan tidak cukup hanya mempunyai kepentingan saja, tetapi harus nyata-nyata telah dirugikan hak-haknya. Apabila perlawanannya dikabulkan, maka putusan yang dilawan itu diperbaiki sepanjang merugikan pihak ketiga (Pasal 382 RV).
Dikatakan sebagai upaya hukum luar biasa karena pada dasarnya suatu putusan hanya mengikat pihak yang berperkara saja (pihak penggugat dan tergugat) dan tidak mengikat pihak ketiga (tapi dalam hal ini, hasil putusan akan mengikat orang lain/pihak ketiga, oleh sebab itu dikatakan luar biasa).
Tenggang waktu pengajuan derden verzet :
Tenggang waktu derden verzet dapat dikatakan luas tetapi juga dapat dikatakan sempit, karena tidak dibatasi oleh jumlah hari, minggu, bulan, dan bahkan tahun. yang membatasinya adalah eksekusi putusan. Kalau eksekusi itu cepat, maka cepat pula habisnya tenggang waktu untuk mengajukan derden verzet, apabila lambat maka lambat pula berakhirnya tenggang waktu untuk mengajukan derden verzet.

Pengecualian dalam derdenverzet :
Perlawanan pihak ketiga terhadap sita eksekusi dan atau sita jaminan tidak hanya terhadap suatu benda yang padanya melekat hak milik melainkan juga hak-hak lainnya. Pihak pelawan harus dilindungi karena Ia bukan pihak berperkara namun dalam hal ini kepentingannya telah tersentuh oleh sengketa dan konflik kepentingan dari penggugat dan tergugat. Untuk dapat mempertahankan dimuka dan meyakinkan pengadilan dalam mengabulkan perlawanannya maka Ia harus memiliki alas hak yang kuat dan dapat membuktikan bahwa benda yang akan disita tersebut adalah haknya. Dengan demikian, maka Ia akan disebut sebagai pelawan yang benar dan terhadap peletakan sita akan diperintahkan untuk diangkat. Perlawanan pihak ketiga ini merupakan upaya hukum luar biasa tetapi pada hakikatnya lembaga ini tidak menunda dilaksanakannya eksekusi.
Perlawanan pihak ketiga terhadap sita jaminan baik conservatoir ataupun revindicatoir tidak diatur baik dalam HIR, RBg ataupun Rv, ketentuan mengenai hal tersebut didapatkan dari yurisprudensi putusan Mahkamah Agung tanggal 31 Oktober 1962 No.306 K/Sip/1962 dalam perkara CV. Sallas dkk melawan PT. Indonesian Far Eastern Pasifik Line.


No comments:

Post a Comment